Mangekyo Sharingan

Translate blog

Pengikut

Subscribe Now: standard

Follow BLOG Saya

Kamis, 04 Oktober 2012

Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Masjid Shirathal Mustaqiem




Percayalah kepada kekuasaan Tuhan, karena tidak ada yang bisa menandingi kebesaran-Nya. Kalimat itu sepertinya pas untuk menggambarkan tentang Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Masjid Shirathal Mustaqiem, di Samarinda Seberang. Tanah lapang berukuran 2.028 meter persegi itu berdiri sebuah masjid yang terbuat dari kayu. Tak semegah masjid-masjid fenomenal di Samarinda, seperti Islamic Center dan Masjid Raya Darussalam.

Namun masjid yang berdiri pada tahun 1881 itu memiliki nilai sejarah yang tinggi bagi bagi penyebaran Islam di Kota Tepian, bahkan Kaltim. Sekilas cerita berdirinya masjid tertua di Samarinda ini, dituturkan Ishak Ismail, wakil Sekretaris bagian Humas Masjid Shirathal Mustaqiem. Masjid ini didirikan oleh Pangeran Bendahara alias Said Abdurachman bin Assegaf bersama tokoh adat dan warga setempat.

Jauh sebelum berdirinya masjid, La Mohang Daeng Mangkona, seorang bangsawan kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan, bersama pengikutnya menghadap Raja Kutai pada tahun 1668. Daeng Mangkona juga berkontribusi besar terhadap lahirnya Islam di Samarinda Seberang sebelum Pangeran Bendahara.

Seiring berjalannya waktu, Kerajaan Kutai diserang Bajak Laut dari Solok, Filipina. Daeng Mangkona pun tak tinggal diam, bersama pengikutnya dia membantu pihak Kerajaan mengusir bajak laut. Atas jasa-jasanya, maka pada tahun 1672 Daeng Mangkona diberi tanah di Samarinda Seberang oleh Kerajaan Kutai. Di tanah itu Daeng Mangkona diberi hak otonom untuk memerintah daerah sendiri.

Setelah diberi gelar Pua' Ado pada 1708 oleh Kerajaan Kutai, maka Daeng Mangkona kian leluasa menyiarkan Agama Islam hingga ke pantai Kutai. Hal itu yang menyebabkan Samarinda Seberang menjadi pusat syiar Islam. Berjalannya waktu, datanglah Pangeran Bendahara alias Said Abdurrachman bin Assegaf, yaitu seorang bangsawan dan pedagang muslim asal Pontianak, Kalimantan Barat.

Karena ketekunan dan ketaatan beliau dalam menjalankan syariat Agama Islam, maka Sultan Kutai Aji Muhammad Sulaiman, mengangkat Said Abdurrachman sebagai Kepala Adat dan Agama di Samarinda Seberang pada tahun 1880. Meski merupakan kawasan syiar Islam, ternyata ketika itu di Samarinda Seberang cukup dikenal sebagai daerah arena judi.

Di lokasi yang dijadikan masjid itu, kala siang hari banyak warga yang sabung ayam. Sedangkan malam hari warga judi dadu. Tak hanya itu, kawasan sekitar juga terkenal dengan peredaran minuman keras. Hal itulah yang menimbulkan keresahan warga sekitar, karena bisa merusak citra Samarinda Seberang sebagai syiar Islam.

Tak ingin berlarut-larut, Pangeran Bendahara dan tokoh masyarakat lainnya berunding. Mencari jalan keluar yang terbaik agar Samarinda Seberang bersih dari perbuatan haram itu. Rundingan menyepakati, lahan seluas 2.028 meter persegi di sana akan didirikan mesjid. Pada tahun 1881, empat tiang utama mulai dibangun oleh Said Abdurrachman bersama warga sekitar.

Konon katanya, berdirinya empat tiang itu karena bantuan seorang nenek misterius yang hingga kini belum diketahui keberadaannya. Kala itu, banyak warga yang tak mampu mengangkat dan menanamkan tiang utama. Berkali-kali dilakukan, tetap saja gagal. Beberapa menit kemudian, datanglah seorang perempuan berusia lanjut. Dengan tenang dia mendekati warga yang sedang gotong royong.

Nenek tadi meminta izin kepada warga untuk mengangkat dan memasang tiang. Warga yang mendengar ucapan sang nenek, langsung tertawa. Namun Said Abdurrachman malah sebaliknya, beliau menyambut kedatangan nenek itu dan memberikan izin kepada nenek untuk melakukan apa yang di inginkannya. Nenek pun meminta beliau dan warga balik kerumah masing-masing.

Ternyata benar, esok harinya usai shalat subuh, warga berbondong-bondong mendatangi lokasi pembangunan masjid. Seperti tak percaya, empat tiang utama telah tertanam kokoh. Warga pun kaget, tapi tak satupun orang yang mampu menemukan keberadaan nenek itu. Setelah itu, Said Abdurrachman dan tokoh masyarakat membangun masjid.

Selama sepuluh tahun, pada tahun 1891, akhirnya Masjid Shirathal Mustaqiem rampung dari pengerjaannya. Sultan Kutai Adji Mohammad Sulaiman, sekaligus menjadi imam masjid pertama yang memimpin shalat. Ismail menjelaskan, setelah bangunan masjid rampung, pada tahun 1901 Henry Dasen, seorang saudagar kaya berkebangsaan Belanda, memberikan sejumlah hartanya untuk pembangunan menara masjid berbentuk segi delapan, setinggi 21 meter.

Pria yang baru empat tahun menjadi pengurus masjid ini mengaku, sudah banyak orang bertandang ke masjid. Bahkan seorang jurnalis asal Malaysia pernah menulis atau memberitakan sejarah masjid yang pernah meraih juara terbaik II saat festival masjid-masjid bersejarah se Indonesia pada tahun 2003 lalu. Bahkan Presiden dan para pejabat negara lainnya pun, serta Menteri Agama dari Brunei Darussalam pernah bertandang ke Masjid ini.

Nah, itulah uraian singkat tentang Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Masjid Shirathal Mustaqiem yang berada di Kecamatan Samarinda Seberang, kota Samarinda - Kalimantan Timur. Jika anda ingin berkunjung ke mesjid tersebut silahkan langsung menuju ke lokasi.



Sumber 

0 komentar:

About Me

Ryan Pratama
Hahaha gak penting
Lihat profil lengkapku

Vistor

Sms Gratis


Make Widget

Follow Twitter

Subscribe Now: myy

Add to Google Reader or Homepage